Tapteng – Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Sumatera (LKBH-S) kembali memenangkan perkara perdata Nomor : 16/Pdt.G/2021/PN-Sbg di Pengadilan Negeri (PN) Sibolga.
Perkara tersebut tentang hak kepemilikan sebidang tanah seluas lebih kurang 1.425 meter persegi yang terletak di jalan Sutan Kumala Pontas, Kelurahan Pandan, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).
Ketua umum LKBH Sumatera, Parlaungan Silalahi, S.H didampingi wakilnya, Mangihut Tua Rangkuti, S.H menyebut, perkara yang mereka tangani itu melibatkan Hannum Silitonga (penggugat I), Hikma Silitonga (penggugat II) dan Sulhan Silitonga (penggugat III) melawan Mas’ud Panggabean, S.H (tergugat).
Selaku kuasa hukum dari para penggugat, Parlaungan menerangkan bahwa ketiga kliennya sah dan berhak atas sebidang tanah sebagaimana berdasarkan surat hibah tanggal 16 November 1963 yang ditandatangani semua saudara-saudara ayahnya Siti Hajir Panggabean.
“Itu disaksikan dan ditandatangani ketua Kampung dengan luas lebih kurang 1.425 meter persegi,” kata Parlaungan, Jum’at (13/8).
Sesuai dengan fakta-fakta persidangan dan hasil pemeriksaan setempat yang dikuatkan oleh keterangan saksi-saksi dari para penggugat, dan keterangan saksi dari tergugat serta bukti-bukti surat yang telah diajukan pada persidangan sebelumnya, bahwa yang menjadi pemilik sah atas objek tanah yang di persengketakan adalah para penggugat.
“Hal itu dibuktikan dengan surat pembagian warisan dari orang tua dari para penggugat,” terang Parlaungan.
Selain itu, sebagai bukti dan fakta hukum, para penggugat masih tetap melakukan pembayaran Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang atas nama dari ibu dari para penggugat yakni Siti Hajir Panggabean. Itu membuktikan secara administrasi bahwa para penggugat telah patuh dan turut melakukan pembayaran PBB (Pajak Bumi Bangunan) sampai saat perkara ini di majukan di persidangan Pengadilan Negeri Sibolga.
Dalam persidangan, tergugat tidak dapat membuktikan adanya bukti kepemilikan tanah terhadap objek yang di persengketakan.
“Penguasaan atas tanah didapat oleh pemegang hak atas tanah bisa karena hak secara Yuridis maupun secara fisik, jadi tidak ada masalah kalau dikuasai secara Yuridis. Apabila penguasaan hak atas tanah secara Yuridis maupun secara fisik tidak dikuasai, maka bukan haknya pemegang hak,” jelas Parlaungan.
Sehingga perbuatan tergugat yang telah menguasai objek sengketa secara tanpa hak dan tanpa izin dari milik para penggugat adalah merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1365 KUH-Perdata.
“Dalam amar putusan, tergugat dihukum secara tanggung renteng membayar ganti rugi materil sebesar Rp 200.000.000 dan immateril sebesar Rp 100.000.000,” ungkap Parlaungan.
“Kemudian menghukum tergugat membayar uang paksa (dwangsom) kepada para penggugat sebesar Rp 500.000 setiap hari, setiap kali tergugat lalai memenuhi isi putusan terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap,” pungkasnya.