Tapanuli Tengah – Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Sumatera (LKBH-S) menangkan perkara perdata Nomor : 14/Pdt.G/2021/PN.Sbg tentang kepemilikan sebidang tanah perkebunan seluas 20.675,5 meter persegi yang terletak di Dusun II, Desa Saragih Timur, Kecamatan Manduamas, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut).
Sengketa kepemilikan tersebut terjadi antara Mudiharto Sihotang (Penggugat) dengan Saimah Tumanggor (Tergugat I), Melina Ginting Tergugat (II) dan Pj. Kepala Desa Saragih Timur, Muhammad Taher Siregar selanjutnya turut tergugat.
Selaku kuasa hukum dari para tergugat/turut tergugat, Parlaungan Silalahi, S.H, didampingi Mangihut Tua Rangkuti, S.H, Selasa (29/6), menjelaskan, lahan tersebut sebelumnya milik Alm. Sahatmur Sihotang.
Beliau (Almarhum-red) menikah dengan Nurtiana Tinambunan pada tahun 1974 dan mempunyai keturunan 3 orang anak, masing-masing bernama Tohonan Sihotang, Jelita Sihotang dan Mudiharto Sihotang (Penggugat-red).
Akan tetapi, pada tanggal 18 Agustus 1989, Nurtiana Tinambunan (Ibu Penggugat) meninggal dunia.
Setelah 2 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 4 September 1991, Alm. Sahatmur Sihotang menikah dengan Saimah Tumanggor (Tergugat l) dan tidak memiliki keturunan atau anak hingga saat ini.
Kemudian pada tahun 2003, penggugat sudah berkeluarga dan tidak satu rumah lagi dengan orang tua penggugat.
“Alm. Sahatmur Sihotang dan Saimah Tumanggor (Tergugat I) kemudian pindah rumah dari Desa Saragih Timur ke Pagar Pinang, Kelurahan Binjohara, Kecamatan Manduamas, Tapteng, sehingga surat-surat penting terkait harta peninggalan orang tua penggugat tidak diketahui keberadaannya sejak meninggalnya Alm. Sahatmur Sihotang,” terang Parlaungan.
Selanjutnya kata Parlaungan, pada tanggal 8 September 2020, 3 hari setelah Alm. Sahatmur Sihotang meninggal, tergugat I (Saimah Tumanggor-red) menyampaikan bahwa objek perkara akan dijual tanpa menjelaskan alasan penjualan.
Penggugat kemudian berusaha untuk membujuk Tergugat I agar objek perkara tidak dijual.
“Penggugat menyampaikan jika ada hutang-hutang yang ditinggalkan oleh ayahnya (Alm. Sahatmur Sihotang-red), penggugat bersedia membantu melunasinya, namun tergugat I tidak menanggapi dan hanya diam terhadap apa yang disampaikan oleh penggugat,” beber Parlaungan.
Parlaungan mengatakan, sebelumnya gugatan penggugat telah diterima dan didaftarkan di Pengadilan Negeri Sibolga, pada tanggal 8 Februari 2021 dalam register nomor 14/Pdt.G/2021/PN.Sbg.
Namun dalam eksepsi pertimbangan hukum, Majelis Hakim menimbang bahwa dalam jawaban para tergugat dan turut tergugat (kliennya) sebagaimana telah diuraikan dalam pada bagian duduk perkara, diajukan materi eksepsi yang pokoknya adalah tentang dasar hukum gugatan penggugat tidak jelas, gugatan kabur (Obscuur Libel), gugatan kurang pihak (Plurium Litis Consortium) dan penggugat tidak memiliki legal standing.
Majelis hakim menimbang bahwa tentang petitum ke lima penggugat agar menyatakan sah demi hukum Surat wasiat yang dibuat Alm. Sahatmur Sihotang tertanggal 16 Maret 1996, Majelis Hakim berpendapat karena surat wasiat tersebut tidak ada hubungannya dengan objek sengketa yang bukan merupakan boedel warisan dari Alm. Sahatmur Sihotang, maka petitum kelima harus ditolak menurut hukum.
Didalam petitum ke tujuh penggugat agar menyatakan penggugat sebagai ahli waris yang sah dari Alm. Sahatmur Sihotang, Majelis Hakim berpendapat karena berdasarkan bukti P-3 dan P-15, penggugat bukanlah satu-satunya ahli waris dari Alm. Sahatmur Sihotang, maka petitum ke tujuh gugatan penggugat tersebut juga harus ditolak menurut hukum.
Oleh karena dalam perkara ini pokok gugatan penggugat mengenai tanah objek sengketa sebagai boedel warisan dari Alm. Sahatmur Sihotang dan perbuatan tergugat I yang menjual tanah sengketa kepada tergugat II sebagai perbuatan melawan hukum ditolak oleh Majelis Hakim.
Maka penggugat selaku pihak yang kalah harus dihukum untuk membayar biaya perkara yang besarnya akan ditetapkan dalam amar putusan, dan oleh karena itu petitum ke empat belas gugatan penggugat juga ditolak menurut hukum.
“Jadi dalam pokok perkara, Majelis Hakim menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya, dan kemudian membebankan biaya perkara kepada penggugat sejumlah Rp 2.165.000,” pungkas Parlaungan. (Syaiful)