Sibolga- Warga yang tinggal di dalam sebuah gang, tepatnya di samping Gedung Penyuluhan Perikanan, Jalan KH. Ahmad Dahlan, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga, terpaksa melakukan tindakan sendiri dengan cara membongkar kamar mandi yang dibangun tepat diatas jalan setapak gang tersebut.
Mereka melakukan tindakan itu dikarenakan tidak adanya ketegasan dari pemerintah setempat untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi.
Muslimah, mewakili keluarga yang tinggal didalam gang, menjelaskan, jalan tersebut sudah ada sejak tahun 1988, tapi jalan itu masih berbentuk papan. Seiring berkembangnya jaman, pemerintah kemudian melakukan pembangunan jalan setapak di lokasi tersebut.
“Pada saat itu kan jalan kami masih papan, sewaktu-waktu kan bisa anjlok ataupun patah. Jadi datanglah pemerintah dibangunnya lah jalan setapak itu melalui program PNPM supaya jalan itu kokoh sampai ke belakang. Ibaratnya gak setahun dua tahun kan, bertahun-tahun lah dapat dipergunakan jalan tersebut,” terang Muslimah, Kamis (18/3/2021).
“Dan sekarang jalan ini dipersoalkan, mau di bikin jadi kamar mandi, walaupun itu masuk ke surat tanah ahli waris, tapi orang terdahulu yang menempati rumah itu, dia mengatakan bahwa itu sudah disahkan menjadi jalan,” sambungnya.
Muslimah mengaku, saat jalan setapak tersebut dibangun oleh pemerintah, dirinya saat itu sedang hamil anak ke 3.
“Anakku lahir tahun 2010 pak,” kata Muslimah.
Dia menyebut, ada sekira 8 keluarga yang tinggal di dalam gang itu. Dengan dibangunnya kamar mandi di jalan setapak itu, mereka yang tinggal di dalam gang tidak bisa berjalan (terhambat).
“Kamar mandi itu dibangun yang punya rumah sekira lebih kurang 2 bulan ini lah,” ungkap Muslimah.
Terkait masalah ini, lanjut Muslimah, sebelumnya mereka juga sudah memberitahu Kepling dan Lurah. Bahkan banguna masih berbentuk, akan tetapi Kepling dan Lurah nya sudah angkat tangan.
“Karena meskipun sudah dijelaskan, yang punya rumah tetap bersikeras, tanah kami, tanah kami,” beber Muslimah. Sehingga mereka pun bergotong-royong melakukan pembongkaran kamar mandi tersebut.
“Ya menurut kami pembongkaran itu wajar dilakukan, karena dari dulunya itu (kamar mandi yang dibangun) sudah jalan, kecuali tadi yang sudah kamar mandi kian di situ diubah jadi jalan, bisa jadi mereka marah,” kata Muslimah.
“Jangan itu, kita kaji lah dulu, kalau misal ada yang meninggal keluarga yang tinggal di dalam gang, bagaimana melewatkannya ?,” tanya Muslimah.
Tidak hanya diketahui oleh Pemerintah setempat, bahkan masalah ini pun sudah sampai ke pihak Kepolisian.
“Harapan kami, kalau bisa kami minta kepada pemerintah supaya itu dijadikan jalan sebenar-benarnya (disahkan),” harapnya.
Sementara itu, pihak keluarga yang tinggal didalam gang, Ikhmalluddin Lubis menilai, dalam permasalahan ini tidak ada kebijaksanaan Muspika, seperti Camat, Lurah dan Kepling. Yakni ebijaksanaan untuk menyelesaikan permasalahan yang dibuat oleh warga yang mendirikan bangunan (kamar mandi) diatas jalan setapak.
Sedangkan itu bisa dikatakan objek vital dan itu dibangun oleh pemerintah dan tentunya itu mengeluarkan daripada APBD.
“Namun sepertinya tidak ada tindakan dari pihak pemerintah setempat, sehingga ini lah yang menyebabkan terjadinya pengrusakan,” ketus Immad.
Dalam hal ini, pihak pemerintah setempat (Kecamatan/Kelurahan/Kepling) seharusnya ini sudah ada denahnya, bahwa itu adalah jalan setapak.
“Pembuktiannya ada surat akte Camat yang kami miliki,” ucap Immad.
“Memang ini harus dipertanggungjawabkan mereka (pemerintah), artinya yang dipertanggungjawabkan bahwa itu adalah akses jalan,” tegas Immad.
Akan tetapi menurutnya, Camat dan Lurah kurang mampu, mungkin ada sesuatu yang tidak kita ketahui, atau mungkin ada yang menunggangi daripada permasalahan ini, bentuk kepentingan.
Permasalahan ini diketahui pemerintah setempat sudah ada lebih kurang 2 bulan, bahkan pihak Kelurahan pun sudah sampai meninjau ke sana.
“Tapi Lurah tidak ada tanggapan apa-apa, karena yang punya atau membangun ini (Elvrida) dia seolah-olah bersandiwara, dengan menangis-nangis,” ungkap Immad.
“Seharusnya kan pihak Kelurahan membuat ketegasan, artinya disitu kalau untuk kepentingan orang banyak, dikesampingkan untuk kepribadian kita walaupun kita ini siapa dia, kan begitu. Tapi ini tidak, karena begini, menyangkut itu objek vital yang dibangun oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat. Kalau terjadi sesuatu hal seperti kemalangan, bagaimana mengangkatnya, dan bagaimana orang-orang mau melayat, kalau terjadi kebakaran bagaimana mengevakuasi keluarga yang tinggal di belakang (dalam gang jalan setapak) itu,” jelasnya.
Masih kata Immad, seharusnya permasalahan ini dipikirkan, tapi dalam hal ini, lurah mungkin kurang memberikan ketegasan.
“Artinya dia hanya sebatas diangkat hanya sebagai Lurah, kalau untuk wawasan mungkin masih kurang. Kalau Lurah ini bijaksana, maunya dia bisa memediasi atau mampu memperbaiki warga setempatnya, ini tidak, camat dan lurah serta keplingnya seolah diam, tak ada yang mampu menyelesaikan nya, bahkan mulai dari pondasi, sampai dibangun, tidak ada berbuat apa-apa, makanya terjadi pembongkaran kamar mandi itu oleh warga,” beber Immad.
Lebih jauh Immad juga mengungkapkan bahwa ebelumnya warga juga sudah melakukan komunikasi, ternyata yang di ajak komunikasi bukan yang punya rumah/tanah melainkan seorang menantu dari pemilik rumah.
“Artinya kan orang lain, bukan ahli waris, tidak ada dapat solusi, hanya yang dituntut ganti rugi sebesar Rp 30 juta lain kamar mandi lagi dibangun kembali,” cetus Immad.
“Berarti inikan pemerasan, sedangkan ijin bangunannya saja pun tidak ada, seharusnya pemerintah Kecamatan meminta ijin bangunannya (IMB). Kita tahu peraturannya, IMB nya mana ? Karena dia ini di pinggir jalan, terkecuali dia di belakang, boleh-boleh saja, kalau mengikutkan daripada peraturan,” bebernya.
Immad berharap, pihak Kecamatan/Kelurahan, Polsek Sibolga Selatan, duduk bersama bahwa itu memang kalau jalan dinyatakan jalan.
Karena permasalahan itu, Immad mengaku bahwa anaknya juga sudah di lakukan pemeriksaan di Polsek Sibolga Selatan.
“Memang pembongkaran/pengrusakan itu salah, tapi kan dasarnya ada, karena tidak adanya ketegasan daripada pemerintah setempat sehingga masyarakat sendiri yang bertindak. Kalau jalan itu sudah dibangun oleh pemerintah tentu sudah ada persetujuan, ini secara otomatis, karena istilahnya pemerintah itu tidak akan mau membangun kalau tanah itu bermasalah,” pungkas Immad. (Ful/Red)