Tapteng – Masyarakat Lubuk Tukko Pardagangan, meminta aparat penegak hukum (Gakkum) menindak tegas para pelaku perambah hutan (Pembalakan Liar) di seberang sungai Kelurahan Lubuk Tukko, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).
Pasalnya, masyarakat Lubuk Tukko mengaku sangat resah dan geram dengan ulah para pelaku perambah hutan di tempat itu.
Selain merusak lingkungan, masyarakat juga mengaku merasa dirugikan, karena sumber kehidupan (air) masyarakat Kelurahan Lubuk Tukko berasal dari gunung seberang sungai tersebut.
“Tanggal 28 Agustus 2022 kemarin, kami warga telah naik ke atas gunung, tapi tukang sensonya lari (kabur) karena mengetahui kedatangan kami. Peralatan orang tu pun sampe ketinggalan, itulah yang kami amankan, berupa alat pemotong kayu (1 unit senso), 1 parang, oli, dan kunci-kunci,” beber Kepala Lingkungan II, Posmauli Hutagalung dan diamini Maslan Panggabean serta beberapa warga yang turut mengamankan barang bukti.
Mereka juga mengatakan bahwa hal ini juga telah disampaikan kepada Babinsa setempat.
“Sudah kita sampaikan ini sama pak Babinsa, pak Hutabarat,” kata Maslan dan Anto Jawa.
Tak sampai di situ saja, Selasa (30/08/2022), sumut.indeksnews.com, juga ikut bersama masyarakat ke lokasi (perambahan/pembalakan).
Sampai diseberang sungai, menuju naik keatas gunung (lokasi yang dimaksud), terdengar jelas suara mesin senso, diduga pelaku pembalakan sedang beraktivitas melakukan pembalakan liar.
Namun, sesampainya di lokasi tersebut, pelaku pembalakan tidak berhasil didapatkan. Diduga telah kabur dan telah mengetahui kedatangan warga.
Kayu yang semula berada di lokasi tersebut (28 Agustus 2022) pun sudah hilang, diduga telah diangkut oleh pelaku pembalakan.
Merujuk pada undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) dijelaskan bahwa penebangan hutan secara liar merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam pasal 17 ayat (1) huruf b UU P3H.
Sebab setiap orang dilarang untuk melakukan kegiatan penambangan dalam kawasan hutan tanpa izin dari menteri.
Larangan ini menyangkut perorangan maupun korporasi. Sehingga bagi yang melanggar peraturan akan ditindak pidana tanpa terkecuali.
Jika dilakukan secara perorangan maka akan dikenakan ancaman penjara sesingkat-singkatnya 3 tahun dan selambat-lambatnya 5 tahun penjara, serta denda sedikitnya Rp 1,5 miliar dan sebanyak-banyaknya Rp 10 miliar.
Kemudian, jika dilakukan oleh korporasi, maka akan dikenakan ancaman penjara sesingkat-singkatnya 8 tahun dan selambat-lambatnya 20 tahun, serta denda sedikitnya Rp 20 miliar dan dan sebanyak-banyaknya Rp 50 miliar.
Hingga berita ini diterbitkan, sumut.indeksnews.com akan meminta keterangan dari otoritas terkait. (Syaiful)